SI KEMBOJA MERAH JAMBU

RAMAI saudara-saudara dan jiranku bingung bila aku mula menghiasi taman dengan pohon satu ini. Kemboja atau kononnya bunga dari Champa hanya wajar ditanam di kawasan pusara. Si Miah mengatakan " Wah itu pohon berhantu" Eeeh, telingku saling menangkap bisik-bisik aneh dari kanan kiri, " Hei lihat tu, perkarangan sudah disiapkan untuk taman perkuburan". Pernah kau diejek begitu. Pada hal sejak aku terjejak Tanah Ubud, Kelungkung dan Batur ( Bali 1970), bunga itulah tanda kesuburan, memberi harum di kepala setiap penari menggerakkan jejaknya di bumi.

- " Pohon berkah " kata Made Wianta.

- " Pohon cinta " tambah Kirana yang bertahun memendam rindu kerana Wianta harus bertahun membawa diri dan menetap di Wianne sehingga oleh ketegaran kemboja memberanikan Kirana dan memberi kekuatan batin untuk melamar sendiri jejaka tegar hingga Wiante gelabah meninggalkan kegialaan Eropah musim dingin. Sama ada ia disebut dengan berbagai nama, kembojaku, makin bercabang dan merimbun. Paling tua usianya masih bersisi di halaman 17 Jalan 1/7k Bandar Baru Bangi sudah berusia hampir 30 tahun (ditanam pada tahun 1983). Terima kasih Ishak Saidin yang membekalkan benih kahwin putih dan merah hingga kelopaknya berwarna merah jambu - lebih banyak putihnya. Beberapa kali dipotong disemai di bawa ke halam Kampung Bandar Dalam dan kini sudah bercambah mengelopak di Halamnan Galoh Tanjung Karang.

Memang menimbulkan keraguan jiran , kerana kalau waktu malam selepas hujan harumannya semakin keras, " Wah dia sudah tiba " - Siapa dia? Penunggu rumah itulah yang kerap kehilangan penghuni! Kemboja, bunga Champa atau frangipheni tetap berkelopak, kembang dan gugur di luar jendela rumah kami.

(teringat Cempaka Blanco yang digilai Nyoman Gunarsa, dimana dikau sekarang?)