15 Februari 2008
Jumaat
SETELAH berbincang dengan Prof Husna, memang dia sungguh bersenang hati, ucapnya " kerana anda sudi bergabung dengan keluarga lama". Haha ATMA! Kenapa aku harus rujuk kembali? Setelah Prof Sam tidak memberi alasan tentang lanjutan tugas di ATMA, akupun meninggalkan kampus UKM lebih setahun. Mendamaikan dirihati di Tanjung Karang lebih 90 km ke pinggir laut menghala ke Ulu Bernam di pinggir Selat Melaka. Bebas muncul di mana ku suka terutama di RA Galeri . Kuharus memilih, sudah tiba waktunya aku mengeluti rumah seniman sepenuh masa. Tapi canggung juga dunia sarjana masih memanggil - kerja penyelidikan Hikayat Busana Ratu menggugah semula. Kenapa ? Lebih dua jam otakku pun puntang panting, melayang ke lukisan harus diteruskan juga untuk pameran (14 Sept) - dan buku Kampung Paya Kami? Tenggelam timbul setelah penyuntingnya menjanjikan boleh siap menjelang hari lahirku Disember 2007. Aneh dan takjub, percetakannya diundurkan gara-gara buku puisi seorang menteri memotong giliran bukuku. Aku bungkem jengkel bahagia dan pagi ini otak kenangan itulah juga menyelurusi hatiku - di depanku ialah jari-jari bersarung tangan getah, menggerudi mesen berjarum halus - menipiskan gigi taringku, membuang himpunan plug yang menebal. Dr Jay sudah menyarankan, gigi warna tulang baik dilapisi mahkota, lebih kukuh dan berkilau. Mahkota gigi. Hahaha aku tertoleh ke atas ke bawah, melihat cermin di atas kepalaku .
Dr Jay, memang dokter gigi keluarga kami. Sejak Mak mengheret kakiku ke sana sejak Melor dan Wira mula tumbuh gugur gigi muda, Dr Jay lah yang merawatnya. Tapi dulu dia begitu serius menggerudi, menampal bahan porselin, atau logam + getah damar - senyap di lab yang memang sunyi kecuali bunyi mesen halus yang mengusik ngilu sang gagi. Di luar kliniknya makin hingar bingar dengan kenderaan bebas meluncur. Jalan raya semakin luas melebar, hingga beberapa rumah warisan lama kehilangan tangga. Di seberang jalan...rumah Almarhum Dato'Dr Mohd Noh Marahakim, dokter Melayu pertama pakar mata sudah kehilangan anjung, dan bumbung perabungnya. Rumah itu sudah ditinggal lama, dan tergantung papan tanda dengan nama bukan Melayu lagi. Di sebelah kanannya bekas rumah seorang ahli muzik terkenal dengan jolokan Mat Trompet, juga sudah sepi dihuni penjual barang besi. Salah seorang anaknya masih muncul bermain piano dalam orkestra RTM. Otakku terus ligat memutar pandangan sepanjang jalan Gombak dari Batu 4 1/4 hingga ke batu 12 - Kampung Orang Asli. Dua jam Dr Jay membega gigiku, aku bebas menerawang.
Ketika berehat sebentar, setelah dia menampal plaster ke gigi contoh Dr Jay bersuara,
- " Masih tinggal di Kamgpung Padang Balang"
- " Kampung Bonda Dalam dok "
- " Ya tahu, kerana saya tinggal di Taman Melewar..jadi datuk mu juga berumah di situ - sebelum tu?"
- "Dulu datuk meneroka kampung di Ulu Klang (Klang Gate). Bila British buat dem - takungan air, warga di sana dipindahkan di Changkat. Kemudian datuk membeli tanah di bahagian depan sekarang dekat jembatan besar jalan ke Sentul- Karak"
- " Kampung tu nak dibesarkan lagi jalannya..."
- " Maaf! tidak boleh , kami akan pertahankan kampung tu...."
Bukankah datuklah membina rumah tunggal kami, memindahkan dari daerah darat ke paya di tepi sungai Gombak tempat kalian lalu lalang untuk ke Pantai Timur?
Ku kira lagi beberapa rumah lama yang masih teguh berdiri. Rumah perabung lima waris Datuk Empat di depan masjid Batu 5 masih berdiri agam. Cuma tangga sudah hampir di jalan yang diperbesarkan. Dua buah rumah makin ke hilir sudah kehilangan tangga, sudah disewakan menjadi warong makan Minang "Sikoma"- bunyinya seperti bahasa Jepun saja tapi bagi kami keturunan Minang tahulah makna loghat itu Siko = sini, sikoma = ke sinalah. Lalu apa lagi yang ada di Jalan Gombak kami. Ya tokkong Cina tempat aku nonton opera masih ada malah sudah dibangun dengan pintu gerbang - semakin cantik dan surau tinggi kami mujur agak ke dalam, terlindung siapakah yang mampu berderma untuk menambah agam surau kami?
No comments:
Post a Comment