15 Ramadan, bulan penuh tergantung di langit. Suara jemaah tarawih semakin menjauh dari surau. Malam minggu daku menyusur kota setelah ingin melihat pameran di ruang mewah di menara berkembar. Tapi kerana musim Ramdhan, galeri tutup lebih awal. Waktu iftar sudah mendekat. Restoran harus ditempah dulu, semua penuh dan sendat, lalu kami terkapar di ruang terbuka, riuh dengan gaya kota. Setengah tercungap aneh melihat pandangan bulan mulia. Masih hilir mudik dengan wanita muda, separuh baya, bergaya dengan t shirt, rambut bertudung, jeans pula ada sendat, ketat, potongan punggung, seluar dalam terjuih. Eh ada juga blaus terbuka bertali spagetti...masih okeylah mungkin dia dilindungi lelaki-suami. Masuk wanita muda bergaya dengan baju kebaya berenda, melambai-lambai kebaya putih, hujung labuh hingga kepala lutut. Tapi di bawahnya dipadan dengan jeans juga. Ayu, anggunlah wajah Melayu. Tapi aku wanita ketinggalan zaman - kerana kebaya tetap terbayang gaya ibu, dan maklang, kebaya berenda HARUS BERKAIN BATIK - SARUNG ATAU BATIK LEPAS. " Eh, kunolah , itu gaya zaman dulu, haha".
" Itu 50 tahun dulu sayang - suara lelaki ku membujuk, " Mereka dalam arena globalisasi, bolehlah pakai kebaya dengan seluar sendat, tok iman tak mampupun bersuara " . Sabar-sabar.
Ya hingga detik 15 hb Ramadhan , warga kota sudah berpesta dengan buka puasa di luar rumah, berjamu selera di pasar siang, pasar malam Ramdhan - malah tv juga buat pesta Sahur Best. Bila jam tidur anak-anak kecilmu - sempatkah mereka mengucap doa berbuka dan bersahur?
1 comment:
Dr. Siti,
Saya juga 'geli-geleman' melihat orang memakai kebaya yang tidak kena pada majlis dan dipadankan dengan entah-apa-apa. Paling 'berduri' pandangan saya apabila kebaya dipadankan dengan seluar jeans yang ketat.
Kehilangan jati diri yang paling ketara!
Post a Comment