Tuesday, 31 May 2011

Dari Stesen ke Stesen (3)


Catatan Impresionis
Jarak Waktu : 23 September 2004

SAYA  sudah di stesen Tugu, menunggu kereta Api AGRO-WILIS dari jalur Surabaya untuk menuju ke Bandung. Saya  baru sampai di Jogya, tteapi pesan Prof Ismail Hussein yang sudah tiba di Inderamayu, bagai tidak dapat kuhindari, " Siti harus ke sini, anak-anak pesantren Al Zaytun, belajar agama tapi aktif dalam seni".

Rasa lelah tiba-tiba hilang ya saya  sudah dalam perut gerabak AGRO -WILIS dengan tiket Rp 1200,000.Tak tahu nak sebut dengan perkataan...

35 tahun, stesen Tugu tetap setia menunggu. Lengkung jeriji, jejeran bangku tapi lampu tidak lagi sepengap dulu. Kecuali mbok bakul sejak pagi sudah berkumpul di depan pagar. Saya telek ke tiket, tercatat gerbong 3 no 7A, Jogja- Bandung. Peluit sudah menukik desah dan gerbong mula berayun.

Lukisan impresionis pun bermula, perlahan, deras melompat laju:
1. 12.40 - desa Patokan - batang pisang batang kering, daun hijau menyulur. Batas sawah padi, ladang ubi, gubuk riut petani. Mana garis lincahmu?
2. 13.00 - desa Wates - biri-biri, sawah baru di tuai, warna sisa emas nyala makin meredup
3. 13.35 - Muntilan - di sini tempat lalu lalangku berbasikal masuk ke pasar, mencari besi buruk untuk bahan arca - O Muntilan, kereta berhenti tanpa manusia di sini, kemana mereka? Kecuali angin gerah , kereta mendesah. Terasa tangan berbau tanah, inikah jemari petani, memerah keringat tidak berhenti?
4. 15.10 - Kebumen. Mana Atien Wahyuningsih mengeluh, sketsa tidak menjadi, tapi Pak Bagong Kusdihadjo memilihnya untuk menjadi penari utama Nyai Loro Kidul..." waduh, piye tho aku si gempul kok di suruh jadi Nyai Loro Kidul sing ayu..." . " Kau cantik Atien, tinggi perkasa heee ". Selera seniman Bagong yang terpengaruh dengan gerak dinamis Martha Graham, cuba membawa tampilan baru dalam tarian klasik Jawa. Edan. Kerabat kraton mula nyumprit.....tertidur, zzzzeeee
5. 15.50 -Kawunganten. Matahari sudah di dalam awan, langit kelabu, jerami sudah dibakar. Petani berjongkok di tali air membasuh lumpur siap menjelang asar bakal tiba.
6. 16.oo - Cilacap. Mana Wardoyo? Tapi aku teringatkan Baha Zain dengan puisi anak jalanan, " apa yang kau makan hari ini anaku? ". Sekarang sudah di perbatasan Bandung. Gerimis mula melibas, kaca jendela. Cantik tapi tetap bergaris luka ! Kolam ikan juga berkilau kaca . Kebun kacang baru berputik, sawah baru dituai, jagung sudah mengeluarkan daun pertama. AGRO WILIS perlahan.
7. 17.40 - Tasik Malaya. Kenapa ada Malaya di sini? " Ya Himalaya itu di gunung, Malaya itu daratan di Tanah Melayu, ya sekarang tasiknya di sini " . Mana si Henri yang menjelaskan itu ketika kami memanjat gunung batu di Parang Tritis. Dia si pemuda segak dari Tasik Malaya yang kerap bertukar nama, dari Hendra menjadi, Hayam, menjadi Henri. Sekarang ku dengar kau sudah jadi ahli parlimen ??? terbaru sudah menjadi Menteri, Uwaaahhh...
8.  8.20- Cipeundeung. Hujan menderas. Kaca jendela kusam. Tiada sesiapa di luar sana. Lampu juga suram, tapi cerita lama tidak hilang: Residen menipu para perempuan , di jual tidak berbayar, menjadi nyai. Kau mengeluh dan mengaku " Akulah cicit nyai..entah siapa kakek asal keturunanku " - mana Vivent? Kudengar kau sudah menjadi Jaksa  di kantor Hakim Negara. Hebat Neng!
9. 20.20 - Selamat datang ya Siti. Kereta api berayun berlahan. Kemudian geeerrrrr. Berhenti tersentak. Ada yang melatah! Keluar di pintu utama. Tidak tahu siapa menunggu di sana. Dua tiga pasang bibir tersenyum . Al Zaytun masih panjang lagi di belahan pantai barat sana! Malam kian pekat, kami akan meredah rimba malam. Al Zaytun tunggu aku datang ke sana!

Nota Ekspresionime Jogja -Bandung 2004

No comments: