Monday, 22 September 2008

Cahaya itu Maya

Malam Lailatulqadar - malam 27 likur kata orang Jawa, malam cahaya seribu bulan. Lukisan ini karya tahun lalu, khusus untuk Mahaya, tetapi berdasarkan puisi suamin beliau, Allahyarham Cikgu Salim. Sekuntum seroja dalam lengkung kubah putih, empat tangkai bunga sepit udang, di luar kubah bulan terserlah dalam redup awan , malam biru bertaburan bintang. Tetapi kuteringat kenapa Allahyarhamah Zaihasra tidak suka cahaya? Dengan sinar cahaya ia kerap berduka. Ya aku baru selesai menulis kata pengantar Surat-surat Zaihasra kepada Djamal Tukimin, Kasih persahabatan antara Selat Melaka ke Selat Teberau. Surat-surat dari suara 1969-1970 itu telah memerikan makna persahabatan dua penyair muda Malaysia-Singapura , akan diterbitkan dan kita tunggu, bagaimana begitu lama Zaihasra menyimpan R A H A S I A yang dalam. Dalam sendu terhiris, pilu, simpati, kesal ku tatap lembaran demi lembaran, suara batin seorang isteri " perawan" yang menderita hanya untuk menjaga hati insan-insan yang disayangnya (ibunda, termasuk jejaka Djamal ). Inilah antara sahabat ku yang sukar ku gapai makna persahabatan. Mahaya yang lembut, bersabar, Zaihasra dilembutkan oleh puisi. Kepada anda berdua, kukirim wajah bulan semoga Ramadhan memberi kita cahaya, keberkahan. Ya Al Fatiha untuk dikau yang dulu meninggalkan kami. Semoga Djamal di Singapura juga dilimpahi ketenangan didampingi wanita yang setia melayani kerinduanmu berpuluh tahun. Amin..

No comments:

Post a Comment