Sunday, 6 September 2009

Panggil Aku PATIMADORA (8.a)

@SZI, " Zikir Ya Allah" , Akrilik atas seludang pinang, 2008


SUBUH kembali menyapa harian rutin seorang Tuan Perkasa Alam. Lelaki berusia menjangkau 60an baru saja kembali menjadi bayi dirai oleh seorang ibunda menyambut kelahiran putera tercinta. Dia tersenyum mengucap penuh kesyukuran kepadaNya yang maha Esa, Dia Ya Qawiy, Maha KuasaMu ya memberi , tegas dan Damai. Izinkan aku melangkah di bumi insani. Jauhilah segala Kemusnahan oleh AmarahMu, atau pertikaian meremuk hati gagal MencintaiMU. Tuan Perkasa Alam membetulkan rambuntya yang sudah mula ubanan, merapikan dagunya sengaja tidak dibiarkan sehelai rambutpun tumbuh di situ. Dia membuka sedikit bibirnya tersenyum lapang kepada dirinya selintas melihat jurai dauan cemperai....bisiknya, " Alhamdulliah, kita bersapa lagi, selamat pagi cemperai sayang "

Bermulah kehidupan hariannnya. Merapikan bilik, membuka jendela, mengikat kain langsir, meninjau titis embun di pucuk daun...Azan sudah melantun dari surau kecil di bahagain sisi kanan di hujung taman agak dilindungi dengan pohon cemperai yang sedang berbunga. Bilal mudanya sudah melaung azan ke dua. Cepat dicapainya jubah, menyarung ke tubuh, membetul ikatan serban, dan mencapai tasbih. Semalam agak lewat melelap mata, memang tidak lelappun, masih memikirkan ayat-ayat suci dalam bahasa ibundanya Melayu-Minang - petang nanti ada acara bimbingan untuk kumpulan " Memimpin Kasih Sayang" (MKS). Dengan asas yang sederhana tapi amat penting bagi seluruh umah kesayangan Nabi, selalukan dikau bercakap dan bertindak demi kebenaran hati, dengan kejujuran bertunggak Al-Quran dan Hadith...ya, ya ....burungpun bersiul melintas di atas serbannya..

* * *

Allahuakbar, Allah Maha Besar
Ya Allah
Satu-satunya Dikau Kekasih hati kami
Hanya Satunya kasih hati kami
Benarlah Kau Ya Rahman
Sang Pengasih
yang Menyayangi Nurkasih kami
Ikhlasi aku
Memahami hati nurani mereka
Demi Kau Maha Menghargai....


Sungguh benarlah,
daunan berbisik, pasir berdesir, burung menukik ke awan
ikan beriak lincah di air...dan kau wahai sahabatku, manusia yang dicintai Allah kenapa kalian melukakan hatimu sendiri, menyiat daging berlapis hanya kerana utamakah darah hanyir, ludah berdarah, Subbanalllah....


Mula terdengar sedu sedan, ritme kepiluan di belakang tabir bahagian jemaah perempuan.
Tuan Perkasa Alam, bukan ulama, bukan guru agama, dia hanya manusia kecil, manusia yang hidup dengan sisa - sisa hari senja dengan mengukuhkan Seni Keindahan mencintai Ilahi. Mengutip keinctaan Al Farabi, mendampingi semangat hati, jiwa dan tenaga raga. Dia malah penggemar muzik, bermula dari ketukan belulang kerbau yang mengeras tegang di bingkai baluh gendang, rebana, jarinya halus runcing memetik gitar , telinganya amat sensitif mengutip keluh, kecoh, kesal kawan-kawan sebaya....lalu bertuturlah seseorang.

" Kau sebenarnya mewarisi titih pejuang Islam , seilam, kau dari garis ke lima dari Pahlawan Pesaman, kenapa tidak kesana, mengusun titih asal usulmu, walaupun moyangmu sudah
tersisih di Minahasa..."


Bau haruman taman kembali segar...berbinar-binar dengan aroma yang berbagai. Serumpun kunyit sudah menyulurkan bunga, serindit dengan gembira melibas bulu-bulu hijau, kuning, betul dan sesuailah dengan warna bunga kuning, berlapis meninggi dengan kelopak yang tipis, mungkin inilah senang dikerumi serindit kunyit. Tuan Perkasa Alam merasa ini juga sapaan pagi yang iklhas, jujur, bersih, bukankah seharusnya untuk sebuah hati yang merinduNya, Ya Ilahi,


1) Kau sempurnakan Keindahan yang sedia kau lahirkan seorang Jamal, izinkan aku memulakan syukur dengan gerak Salam buat Sang Kedamaian ...tetap daun menguning gugur melayang jatuh ke rerumput padang - Ya kau Matikan juga hayat daun ini demi menjadi pupuk untuk kehidupan muda yang lain

2) Ya mengadulah kepada Yang Ya Muhaimin, lindungilah kami, selamatkan kami Ya Tuan

3) Anda yang sakit, sakit hati sunguh susah diubati, maka haruslah dikau kembali ke jalan Ilahi, lepaskan kesakitanmu dengan bisikan Ya Jabbar, Dia Sang Penyembuh, lalu terseyumlah lah ibundaku, kekanda dan adinda sekalian, bibirmu yang cantik bak delima pagi jernih dimerkahi mentari....kenapa juga berbusuk hati?

Sedu sedan makin menderu. Suara lembut di belakang tabir di bahagian belakang surau kini bergetar rusuh, bersayup hati....

" Tuan, Tuan Perkasa Alam...kami mencintaimu ! "
" Masya Allah bukan aku, bukan aku, hanya Allah, hanya Allah Dia

Ya Khaliq - Dia yang membuat, Dialah yang mencipta kejadian alam ini...hanya Dia,
bukan aku, bukan kalian..

Ya Razzak -yang memberi rezeki, menyediakan makanan halal untuk umatNya ,
enapa kali berpaling mengejar kekayaan....dengan jalan mungkar.

Ya Rafi' - hanya yang mengangkat darjat mu, tidak menyisihkan mu , kenapa kalian
berpaling!


Suara dengung sang lebah di balik tirai perlahan teratur mula menurun, kemudian hanya sunyi senyap.....kecuali selepas itu, jurai gerimis di petang Ramdhan indah berjuntai di hujung cemerai. Sang Tuan Perkasa Alam meneruskan acara kajian doanya sambil menunggu Maghrib tiba. Allah huakbar!

Tuan Perkasa Alam bangun menuju ke sudut kanan surau kecilnya, di situ memang tersedia alatan muzik, radio, segala alat rakaman...sekali tekan cekerapadat sudah mengadun suara Trio Bimbo dengan lirik puisi Haji Taufiq Ismaial..." Sejadah panjang"

Dengan keluhan dalam, Tuan Perkasa Alam tidak dapat menahan sendu diri,
" Adinda Patimadora, inilah puisi panjang buat mu, kenapa kau menghilang sayang, apakah
tiada maaf atas kesilapan masa lalu kita? Tuhan...Ampuni hambaMu di hari mulia Nuzul Al
Quran , damailah kau di sanad , adinda tercinta ....!"



Bukit Kancing
Ramdhhan 17, 1430 - Nuzul al Quran

2 comments:

  1. Nah, begitu asyek aku membaca berkali penghayatan Antara lubuk satubari dengan Ilahi... begitulah halusnya insan seni di malam Nuzul Al Quraan

    ReplyDelete
  2. Ya kadang dengan seluruh penyerahan kepada Nya kita dapat menikmati kebahagian, untuk berkongsi dengan kehiduapan dan persahabatan. InsyaAllah ...

    ReplyDelete