Wednesday, 3 June 2009

SIANG DI BUKIT BINTANG

Nasi sesenduk dengan sayur pucuk ubi, terung dan
peria , RM 4.00 saja
Menjadi turis sejenak teringatkan BB Park 1950an,
mana uncle Bidin pemain drum di situ ?
Syukur masih ada keluarga bahagia, ibu dan ayah
melayan anak-anak tercinta
Tahukah ayah ibu , anak-anak melepak di sini,
bergaya punk, konsep pakaian hitam putih
merokok dan ada senior yang memantau mereka?
(maaf gambar dari jauh, tak terang le, kamera murah aje)


HARI SABTU saya temani Cik Melor mengurus laporan kehilangan buku dan macam-macam kad di sebuah bank di Jalan Bukit Bintang. Tempat yang selalu saya elakkan apa lagi kalau menuju ke Low Yatt yang selalu penuh sesak. Selesai, kamipun meronda, jalan kaki keluar masuk melihat yang indah yang jeli, yang memualkan yang penuh kepuraan...eh semua macam orang kaya aje...otak bodohku berbisik. Ayoh kita ke tempat makan terbuka saja di mall yang sudah wujud sejak tahun 1979an...namanya sudah membawa maksud cari keuntungan, kita akan menghanyut wang di Sungai Wang. Kamipun menemukan pintu lif yang lusuh, orang mundar mandir, taktentu hala....akhirnya kami tiba di ruang makan terbuka, di tingkat empat, hawa panas menyengat, hanya kipas angin berderau-derau wah kita di tempat orang kelas menengah...makanan masih murah, nasi campur dengan sayur-sayur hanya berharga RM 4.00 (mana dapat di Coffeebeen wou) . Tapi bukan soal makan yang membuatkan otak ini berfikir, tapi mataku terasak ke segerombolan anak-anak berusia 13-15 tahun...berkumpul berarak, ketawa berderai, jari mengepit rokok...berbaju hitam berjalur belang, rambut kejur bersapu agar-agar, yang perempuan memakai gaun lurus ketat, boot paras lutut (aduh tak panas ke ), atap semakin berbahang,...tiba-tiba datang dua orang kakak, seorang daripadanya menghampiri meja anak-anak muda ( sekolah menengah rendah? ) mengarah kan sesuatu. Saya wanita ibu ini , melihat kelopak matanya disapu hitam lebam, ginju warna ungu tua, rambut merah, kuning emas menutup sebelah mata...beberapa kali saya mengintai matanya tetapi kenapa dia tak mahu melihatku? Itu hanya pandangan siang tengahari di Bukit Bintang? Bagaimana BB waktu malam? (teringat Dato' Wan Hashim mengajakku untuk membuat kajian Sosial Wanita Melayu - Malam di Bukit Bintang. Kajian tu tak menjadi juga, apakah kajian itu perlu dilanjutkan Datok??)


2 comments:

  1. mahalnyer bonda hanya untuk hidangan vegetarian... lebih mahal dari kota kaya johor bahru ini... di sini, nasi + ikan/ayam/daging + sedikit sayur barulah rm4.00...

    ternyata kl lebih mahal ya...

    tentang pecel tadi... dulu di waktu kecil di utara sering disajikan pecal dari taugeh dan sayur kangkung.. kuah kacangnya dibuat pekat pedas manis... agak simple bahannya berbanding pecal jawa...

    bonda pernah cuba pecel lele? bahan dari ikan darat seperti keli/belut.. sedang top di jakarta ni... di johor dan singapura juga...

    ReplyDelete
  2. Begitlah hidup di KL reena, kadang melampau juga pedagang...kadang-kadang bonda buat nakal, pesan air panas tapi serbuk kopi halia madu bonda bawa sendiri, aduk kacau, mamak kedai terkejut tapi sengeh juga (sebab bonda beri tahu, ini jamu saya yaa)....air panas saja dah 20 sen.Wah reena pakar masakan kampung laah, ayuh kita buat buku masakan? lengkap khasiatnya, reena kan ahli kecantikan...tentu pbanyak petua dan pantang larang daripada eyang kan? kalau gitu bonda akan panjangkang kajian seni makanaan tradisi ke Yayasan Warisan Johor. pecel lele...oooh dari dulu, susah hati nak makan ikan lele tu, macam belut saja uuuuu. masih di jakarta lagi ke?

    ReplyDelete