30 TAHUN ia tumbuh di sini, dialah akar, bergugus, berumbi menunjang ke bumi, mengukuh banir, berserabut, menumpang atau utuh...di bawah meranti ini dulu kami berteduh, bersila di rumput kala dikau belum seutuh ini. Kelas Apresiasi Seni bergabung dengan Sanggar Seni, kami bersila bersuara, berjenaka . Kadang pengawal datang mengintip, tertanya kenapa ada kelas di bawah pohon. Eh tak tahu, apakah Cik Mawar ada dalam kelompok diskusi di sini. Rasanya tidakkan, hahaha. Ya siapakah peduli dengan mengapungkan suara, memengapkan rohani sambil berpejam mata untuk menghayati puisi Uswan Awang, " Balada terbunuhnya beringin tua di pinggir sebuah bandaraya" ...
- " Aduh gilalah guru seni tu, ajak pelajarnya berkumpul baca puisi di bawah pohon " . Itu suara daripada seorang Prof Y yang selalu jengkel untuk meluluskan permohonan program persembahan seni di dataran FSKK (Fakulti Sains Kemasyarakatan dan Kemanusiaan). Keluh Usman Awang ,
' ... Namaku beringin pohon tua yang terbuang
di musuhi oleh rancangan bernama pembangunan"
Ya ini jugalah keluhan Ismail Saidin, " saya sudah pencen, pohon-pohon yang saya tanam dulu di kampus cantik kita, banyak yang sudah tumbang , ditebang, di buang". Di manakah Akar Diri dan suburkah Kebun Hati kita kini?
Tunjang akar kita makin dibajai kebaratan yang makin menyubur........
ReplyDeleteDi Rimba, boleh buatkan saya baju dari kulit kayu.....jadi orang asal saja (orang asli) yang tarinya telah ditandak-tandak oleh penyanyi-penari Kementerian Pelangcongan....huha huhha huhhho...
ReplyDeleteBonda Siti
ReplyDeletehey, lupa kah kita bersila atas rumput depan dectar (dipayungi pohon apa ya..?) dan si mawar membaca puisi "bas berwarna biru" Latiff...heeee.
HOREE, ingat sepetang dengan Sanggar Seni....wang pendaftaran grup ini masih terkepil dalam buku senarai ahli. Nak serah kemana duit tu ya? Masuk tabung penyelidak GM aje ye? a
ReplyDeleteBonda
ReplyDeleteya, usahakan saja untuk jalan kebaikan...saya pun sudah lupa ada bayaran. yuk, meowwww!
Meooow Mawar
ReplyDelete