Friday, 9 January 2009

ALHAMDULILLAH

Perniagaan warisan di Sawah Sempadan, Tanjung Karang
Si kembang pagi nmenyambut kepulanganku di Tanjung awal tahun baru 2009

ALLHAMDULLIAH tiba juga hari baru Maalhijrah 1430 dan Tahun al Masihi 2009. Sejak meletus peristiwa kegilaan Israel menyerang Gaza, saya benar-benar terpukul. Marah tapi lebih banyak menghiba dan tanpa ingin bicara dengan sesiapapun. Menjelang tahun baru, Wira masih di gunung, si ibu sudah selsema, Melor diam-diam menyusul adiknya. Apa yang ada di Sungai Kancing? Hujan mendingin rimba hanya segerombolan anak-anak monyet menari berlompatan ke jaring jendela.Biarkan mereka menari bertempek....SMS bertali mengucap macam-macam ucap selamat. HP berdering, berhenti begitu saja, aku masih di anjung melayani keletah anak monyet yang baru belajar memanjat dan melompat. Sunyi kecuali rembesan hujan, menyaring di atap anjung. Nikmat juga menikmati kesunyian - hingga terbayang Ameer Hamzah jauh di gerbang Langkat menjelang detik akhir kematiannya. Detik berlalu aku tersentak harus segera menemui dia jauh di hujung tanjung. Barangkali tahun baru ini aku kembali tenang dan memilih kampung, meredah pasar, batas padi yang sudah pun di ketam. di Halaman rumah masih bersisa embun pagi meramahi rimbunan daun. Bunga kunyit bara api kembang segar, barangkali inilah puisi ramah yang kadang cepat membiak kemarahan, cepat juga kendur mengulai. SMS datang lagi, " Hei mari baca puisi laknat Yahudi " . Nubari tersentak lagi disusul suara berbunyi , " Siapkan puisi untuk acara Perarakan Keranda ke Parlemen" - Wah inilkah musibah sejarah bangsaku. Setelah sejarah lama, perarakan keranda isu bahasa masih berdengung, masih bergetar, api kemarahan bangsa kita, tapi siapa dapat mempertahan arus kebanggaan yang mengasak dari luar? Melihat dan menonton mendengar lagak pemimpin berbicara dengan gaya bangga dengan lidah berpintal, berdecap untuk bergaya dengan menidakkan bahasa ibunda....wah akukah yang tersisih di kampung halaman sendiri. Rasa nya tidak, di sini di sebuah kampung di hujung tanjung, yang mendesus desas ialah lidah berpintal dengan loghat Jawa, Banjar, sehinggalah mataku mendelik bila masuk ke butik wanita cantik di pekan Tanjung, melihat gelagat pelayan menawar harga baru jubah import, membuat aku terperangah lagi, menegurku , " Mem orang seberang ya?"

Kenapa ada istilah 'orang seberang?'. Lalu terjawablah bila di warong soto Pasir Penambang seorang perempuan mengenalkan menu makanannya, " ini semua resepi Jawa...soto, pecel, ibu saya Nasari dari Ponorogo - tapi saya Melayu Selangor ! Diam-diam ku resapi menu soto Pasir Penambang, sambil membandingkan para pemimpin yang mendecah desus lidahnya di kaca TV, dan bila bersuara dalam bahasa ibunda memang bercuitan lidah Jawa-Sungai Besar, Banjar-Sabak Bernam, Patani-Kelantan yang membuka restoran Tomyam, Si Malbari membuka warong nasi beras perang, kecuali pemilik warong soto Maripah Kassan itulah dengan tegas mengakui , ini soto Pasir Penambang. Begitu juga masih hidup resepi jamu di rumah lama di Sawah Sempadan....bagai bergema suara peramunya, " Ini jamu tradisonal asli Sawah Sempadan, bukan dari seberang" . Pulang ke halaman rumah, ikan sepatku melompat-lompat , apakah mereka juga melatah dengan sinar mentari yang tiba-tiba menyeringai setelah hujan sepanjang bulan desimber !

No comments:

Post a Comment